Mendobrak Stereotipe

PBK-dr.Oen_

                                                       – sumber gambar dari kompas.id-

Etnis Tionghoa jarang sekali mendapat tempat dalam penulisan sejarah (historiografi) Indonesia. Terutama perannya dalam koridor kegiatan sosial. Mereka seolah tenggelam. Hal lain yang cukup meriusaukan adalah, kemunculan tionghoa dalam penulisan sejarah, dikonotasikan sebagai pihak yang mempunyai peran ekonomi saja. Bahkan pada perkembangannya mereka dicap sebagai kolaborator penjajah. Anggapan itu tidak selamanya benar. Dr. Oen Boen Ing adalah orang yang kemudian mencoba mendobrak stereotype itu. Dr. Oen –bagaimana ia biasa disapa- adalah dokter serba bisa yang dikenal sebagai dermawan dan sosiawan.

  1. Tulus dan Tidak Pandang Bulu

Selang sehari setelah kepergian Dr. Oen –ia meninggal pada 30 Oktober 1982- surat kabar nasional dan lokal memberitakan tentang kepergiannya. Peran dan kehidupan sang dokter kembali diulas. Simpulan dari beragam pemberitaan tersebut, sebagian besar berisi tentang publik yang merasa kehilangan. Dr. Oen memang dikenal tulus dalam melayani pasien. Ia tidak pernah tebang pilih memilih pasien. Baik kaya atau miskin ia layani dengan baik. Tidak berlebihan jika, ia kemudian disebut pengayom rakyat kecil. Ketika pasiennya tidak bisa membayar resep obat, beliau tidak segan untuk merogoh koceknya sendiri. Pernah suatu ketika, Dr. Oen justru marah ketika ia dibayar. Beliau mempertimbangkan kondisi ekonomi pasien. Apabila pasien adalah orang tidak berada maka ia menolak untuk dibayar. Karena dedikasi dan ketulusannya sebagai dokter, Oen Boen Ing bahkan membuka praktik dari pukul tiga pagi. Kebisaan Dr. Oen itu ditulis oleh Julius Pour dalam Intisari (Januari, 1976). Atas konsistensinya mengabdi pada masyarakat, Dr. Oen diganjar penghargaan “Satya Lencana Kebaktian Sosial” pada 1976 dari pemerintah Indonesia.

  1. Dekat dengan Puro Mangkunegaran

Setelah kepergian Dr. Oen Sri Paduka Mangkunegara IX pernah berujar. Kata beliau sampai saat ini keluarga Mangkunegara belum mendapati pengganti sepadan sosok Dr. Oen. Terutama perihal ketulusan dan keikhlasannya dalam melayani pasien. Sifat itu nampaknya sangat disenangi keluarga Puro Mangkunegaraan. Relasi Dr. Oen dan Puro Mangkunegaraan terbilang dekat. Hal itu bahkan tercermin saat upacara pemakaman beliau. Upacara itu menggunakan adat Mangkunegaran. Tidak sembarang orang mendapatkan kehormatan itu. Kedekatan dengan keluarga Mangkunegaran selaras dengan visi hidup dokter. Ada semacam titik temu antara pandangan dokter dengan budaya Jawa –dalam hal ini Mangkunagaran. Meski terlahir sebagai Tionghoa, namun Dr. Oen sangat menghayati budaya Jawa. Bagi orang yang pernah bersinggungan dengan beliau, Dr. Oen adalah orang yang sukses menerapkan ajaran sepi ing pamrih rame ing gawe (bekerja keras tanpa mengharap imbalan material). Selain itu ia juga berhasil menangkap pesan Mangkunegara I –atau Raden Mas Said- yang tertulis dalam serat Wedhatama. Serat itu berisi tiga poin yang berisi tentang ajaran hidup, yaitu : Rumangsa melu handarbeni (merasa turut memiliki), melu hangrungkebi (turut bertanggungjawab mempertahankan), dan malat sarira hangrasa wani (berani mengoreksi diri). Dr. Oen menggunakan falsafah itu sebagai salah satu dari pegangan hidupnya. Pasca kemerdekaan falsafah itu juga dijadikan pondasi untuk mewujudkan cita-cita beliau. Ia punya misi untuk mewujudkan rakyat yang sehat untuk kelangsungan hidup bangsa. Sebagai penghormatan kepada Dr. Oen atas jasanya. Puro mangkunegaran memberika gelar Kanjeng Raden Tumenggung Hario Obi Dharmoehoesodo kepada Dr. Oen. Kemudian pada 1993 gelarnya dinaikkan menjadi Kanjeng Raden Mas Tumenggung Hario Obi Dharmohoesodo oleh K.G.P.A.A Mangkunegoro IX.

  1. Berjuang pada Masa Revolusi dan Menjadi (Tionghoa) Indonesia

Masa revolusi adalah masa yang kompleks. Anthony Reid pernah menulis di Prisma bahwa masa itu sangat kompleks (1981 : 14). Sementara itu menurut Thomas Linblad dan Freek Clumbijn pada masa itu terjadi gesekan antara pribumi dan orang diluar kelompoknya –Tionghoa, Indo, dan Eropa (. Narasi etnis Tionghoa dalam sejarah revolusi Indonesia mereka dilabeli sebagai penakut yang tidak berani angkat senjata. Selain itu mereka juga kerap dicap sebagai kolaborator penjajah. Di sisi lain, etnis Tionghoa dalam kemunculan dalam peta sejarah revolusi, acap kali ditempatkan sebagai korban –kekerasan dan rasial. Akan tetapi narasi hidup Dr. Oen justru berbicara berbeda. Orang Tioghoa mempunyai sumbangsih nyata. Dr. Oen adalah orang yang memasok penisilin bagi tentara pelajar dan juga pasukan Jenderal Soedirman. Selain itu, ia juga menjadi juru rawat bagi tentara pelajar. Pada masa revolusi, saat terjadi agresi militer Belanda II di Surakarta, Dr. Oen menyertai para laskar terutama Tentara Pelajar dalam perjuangan gerilya. Peran yang dilakukan Dr. Oen pada masa revolusi secara tidak langsung membantah anggapan umum, bahwa label yang dikenakan kepada orang Tionghoa saat masa revolusi kurang benar. Pengalaman masa revolusi itu yang kemudian memupuk rasa nasionalisme Dr. Oen. Pasca kemerdekaan Indonesia Tionghoa dihadapkan pilihan sulit. Mereka –Tionghoa di Indonesia- harus memilih antara menjadi Tiongkok atau Indonesia sepenuhnya. Saat mayoritas warga Tionghoa merasa pesimistis menjadi Indonesia. Kala itu Dr. Oen dengan sadar menentukan pilihan untuk menjadi (Tionghoa) Indonesia. Pilihan itu termasuk memberikan dukungan politik pada negeri yang baru merdeka.

Menambal Ruang Kosong dalam Sejarah

Buku biografi Dr. Oen ini ditulis dengan pendekatan historis. Pelbagai arsip dikumpulkan sebagai bahan verifikasi dari sumber utama –data dari keluarga dan buku utama yang diterbitkan oleh RS. Dr. Oen. Di sisi lain, narasi hidup Dr. Oen dapat menambal kekosongan sejarah Indonesia, terutama pada masa revolusi. Ia dapat menjadi bahan klarifikasi atas label yang ditunjukkan pada Tionghoa. Bahkan hanya pada masa revolusi, namun secara umum. Bahwa ia tidak hanya mempunyai peran dalam ekonomi saja. Akan tetapi melalui rekam jejak Dr. Oen, menegaskan ada peran Tionghoa yang mempunyai sumbangsih nyata dalam pengabdian sosial –sebagai seorang Dokter.

Leave a comment